Kaki Kecil di Kota Besar


Aku tak tahu kemana arah berjalan. Sejauh mata memandang yang kulihat hanya gedung-gedung pencakar langit yang tingginya seakan bisa membawaku ke bulan. Sepanjang perjalanan, mungkin orang-orang tak menyadari keberadaanku. Bahkan aku tak yakin apa mereka betul orang atau robot yang dikendalikan oleh remote persegi panjang di genggaman mereka. Mata mereka terpaku menatap remote tersebut. Tak bersapa, tak bercakap, tanpa ekspresi. ‘Krrrrukkkk’. Ah, perutku berbunyi lagi. Sudah ke lima kalinya hari ini ku hitung ia berbunyi. Teringat saat terakhir aku menyantap hidangan lezat di rumah. Aku Rindu Rumah. Aku melanjutkan langkah tanpa menghiraukan suara berisik cacing kelaparan di perutku.

Teriknya sinar matahari membuatku lelah berjalan. Ku sandarkan badanku di tiang halte, sambil sedikit membersihkan diri sampai akhirnya aku termenung menatap langkah kaki para robotbeberapa orang yang terlihat goyah. Mungkin mereka juga lelah. Banyak dari meraka yang memerhatikanku, namun tak ada satupun yang nampak peduli dengan keberadaanku. Andai mereka mengerti apa yang ku ucapkan, seperti Ibu Angkatku di rumah, mungkin aku sudah diantar pulang dan bertemu dengan keluargaku. Seketika aku menyesali perbuatan bodohku yang meninggalkan rumah. Aku sungguh egois, tak mendengar apa yang keluargaku katakan tentang dunia luar. Aku baru paham, betapa menyiksanya hidup sendiri di tengah kota yang penuh dengan robot tak berperasaan ini. Tak ada satupun yang bisa ku ajak bicara, apalagi bercengkrama seperti keluargaku. Mereka semua tampak asing dan dingin.

Nasi sudah menjadi bubur, menyesalinya saat ini sudah benar terlambat. Perutku tak henti mengeluarkan suara, aku sangat lapar. Seperti Tuhan mendengar keluhku, seorang wanita berjalan menuju halte sambil membawa plastik penuh berisi roti. Ya aku tahu plastik roti itu. Ibu angkatku sering memberiku sedikit bagian dari roti pizza kesukaannya. Air liurku tak terbendung. Seakan bersatu dengan jeritan cacing di perutku. Ku perhatikan gerak wanita itu hingga ia duduk. Ia letakkan plastik roti disampingnya. Lalu dengan cepat, aku berdiri dari dudukku dan mencoba mendekati wanita itu. Tuhan, betapa lezatnya aroma roti yang tercium dari jarak aku berdiri ini (kurang lebih 1 meter). Aku bisa mencium roti pizza yang menjadi favorit ibu angkatku. Memang roti itu sangat lezat, tak heran ia sangat menyukainya. Aku berusaha mencapai jarak terdekat dari wanita itu, hingga tepat di depannya ku berdiri.

“Boleh aku minta sedikit rotimu?” Aku memberanikan diri untuk bertanya. Wanita itu tidak mengacuhkanku. 

Mungkin suara bising dari bis berwarna merah dengan list biru yang usang itu memendam suaraku hingga ia tak mendengarnya. Ku ulang lagi dengan pertanyaan yang sama dan agak sedikit keras, “Boleh aku minta sedikit rotimu?” Wanita itu memalingkan wajahnya dari layar ponsel, dan menatapku. Tatapan begitu sinis hingga sempat membuat nyaliku ciut. Namun aku sangat lapar, tak ku pedulikan tatapan itu. Aku menunggu, tapi ternyata wanita itu kembali sibuk dengan ponselnya. Untuk yang terakhir kalinya aku meminta di hadapan dia dengan sedikit lirih berharap wanita itu iba, “Boleh aku minta sedikit rotimu? Aku sangat lapar, aku belum makan hari ini. Sedikit saja, tolong-“ Tak sempat ku selesaikan ucapanku, tiba-tiba ia berdiri dan menendangku, “Pergi sana! Menjauhlah dariku! Aku sangat jijik dengan makhluk sepertimu!”Aku tersontak kaget mendengar ucapan wanita itu, tak pernah dalam hidupku mendengar perkataan yang begitu menyakitkan. Andai aku bisa menangis, sedari tadi mungkin pipiku sudah basah dengan air mata. 

Hingga gelap menghampiri, belum juga perutku terisi. Ku perhatikan sekeliling, kota ini nampak tak pernah mati, kendaraan masih berlalu lalang memadati jalan protokol. Aku melihat sebuah kolam berbentuk lingkaran yang sangat besar di sebrang tempatku berdiri. Aku sedikit banyak mengenal tempat ini. Ah iya benar! Ibu angkatku sering membawaku ke tempat ini setiap minggu pagi. Tempat ini berbeda sekali ketika malam. Aku ingin ke kolam itu! Kali saja aku bisa mendapat seteguk air darinya, sekedar untuk melepas dahaga. Namun untuk sampai ke sana aku harus melewati kendaraan yang melaju di jalan dan aku tidak pandai menyebrang. Dalam hati ku bergumam, bagaimana jika nanti aku malah tertabrak? Tapi sepertinya rasa hausku mampu melawan kekhawatiranku. Tekadku sudah bulat, aku akan ke kolam itu.

Aku melangkah dengan mantap, mengurung rasa khawatirku akan mesin berukuran besar yang berlalu lalang. Beberapa langkah terasa ringan, tak ada hambatan. Sampai tetiba aku mendengar suara klakson beberapa mobil yang memekakkan telinga. Nyaliku menciut, aku panik. Aku sudah berada di tengah jalan menuju kolam itu. Dengan linglung tanpa menoleh kanan kiri, aku mempercepat langkah. Suara klakson dari kendaran yang ku lewati semakin membuat jantungku berdebar. Aku mendengar beberapa orang pun teriak, “Awas ada kucing menyebrang!!!”

NYIIIIIIIIT BRUKKKK! 

Seketika badanku terkujur di dinginnya aspal ibu kota. Hantaman roda yang berputar begitu keras menerjang tubuhku. Aku bisa merasakan nyeri yang sangat hebat di perut dan dadaku. Bukan rasa lapar lagi yang terasa, melainkan karena tulang rusukku yang remuk. Sesaat ku tersadar, aku melihat dari celah orang-orang yang mengerumuniku, bahwa beberapa langkah lagi aku sampai di kolam itu. 

“Astaga, Molly….!!!!!!!!!” 
Samar-samar aku mendengar suara yang begitu familiar memanggil namaku. Ya, itu suara Penny, Ibu Angkatku. Aku tak kuasa menahan kesedihan, ternyata Tuhan masih mengizinkanku bertemu Penny sebelum aku benar-benar pergi. Penny melihat kalung yang terpasang di leherku untuk memastikan. Tertulis namaku dan alamat rumah Penny di bandulannya. Penny mengelusku lembut, seakan mengerti aku sedang sangat kesakitan. 

“Molly, maafkan aku! Seharusnya aku tidak lalai dan membiarkan jendela rumah terbuka seharian. Molly…. Hiks” Penny tidak bisa menahan air matanya.

Bahkan ia tak peduli dengan kemacetan yang bertambah parah atas kejadian ini. Dalam hati sebenarnya aku mengutuk perbuatanku sendiri, ini bukan salah Penny. Akupun menjawab Penny, “Meooooong” yang berarti 

‘Tak apa Penny, ini bukan salahmu. Tolong jangan menangis’ 

Entah mengapa Penny selalu mengerti apa yang ku katakana, ia berhenti menangis, begitu juga dengan nafasku. Aku melihat cahaya begitu terang seperti menjemputku. Seketika rasa sakit ku hilang, namun aku bisa melihat Penny perlahan membungkus tubuhku dengan syal yang ia kenakan. Selamat tinggal Penny, selamat tinggal untuk selamanya. Terima kasih telah merawatku sejak aku masih kucing kecil.





Review Film Cheng Cheng Po: Because Faith in Humanity must be Restored


Indonesia memiliki banyak orang-orang yang memiliki bakat yang sangat luar biasa. Ada yang berbakat memainkan alat musik, pembuatan produk elektronik, bernyanyi, berakting, membuat film dan lainnya. Sehingga banyak karya-karyanya yang mulai terkenal di Seluruh Indonesia bahkan sampai seluruh dunia. Kita bisa lihat salah satunya di Produksi perfilman, banyak orang-orang yang membuat film pendek yang menyampaikan banyak maksud dan arti di balik film tersebut. Salah satunya Film yang satu ini, yang akan kita Review di Artikel kali ini, yaitu Film pendek Cheng Cheng po.

Film Cheng Cheng po ini merupakan Shortfilm yang memiliki durasi selama 18 menit. Film Pendek yang di sutradarai oleh B.W. Purbanegara ini di dalamnya banyak mengandung sisi moral maupun etika. Dan Film ini juga termasuk Film Terbaik FFI di tahun 2008. Saat ini memang belum banyak film-film yang memiliki makna dari sisi moral dan etika, hingga akhirnya sang Sutradara ini berhasil membuat film yang mengedepankan sisi-sisi yang banyak film tidak memilikinya.

Di dalam film ini adalah kisah persahabatan sekelompok anak dari berbagai latar belakang etnis dan budaya. Mereka bernama Han, Markus, Tiara, dan Tohir. Di dalamnya ada adegan dimana ada orang tua yang tidak setuju anaknya bergaul dengan orang Tiongkok, Sehingga di dalamnya jelas memperlihatkan beragam suku dan agama yang berbeda, namun mereka tidak menyatu.

Di film ini, diceritakan Han adalah keturunan Tiongkok dan memiliki orang tua yang berjualan bakpao, lalu Markus seorang anak dari Papua, yang ayahnya bekerja di bengkel, Tiara adalah seorang anak yang berasal dari Jawa Perkotaan, dan Tohir pun juga berasal dari keluarga biasa saja. Diceritakan bahwa ada seorang anak yang bernama Han Tidak bisa membayar SPP, dan Markus, Tohir dan Tiara ingin membantunya.

Namun orang tua dan keluarga dari ketiga teman Han ini tidak bisa membantunya, Orang tua Markus dan THohir bukan orang yang kaya, dan keluarga Tiara ini cenderung negatif terhadap etnis lain salah satunya adalah Tiongkok. Namun hingga akhirnya mereka semua menemukan suatu cara untuk mengatasi masalah tersebut, lalu tercetuslah membuat Barongsai. Keempat sahabat ini membuat Barongsai hanya dari barang-barang yang mereka temui.

Setelah dibentuk barongsai sesuai yang mereka bayangkan, mereka membuat pertunjukan barongsai yang dilakukan di dekan tempat Ibu Han Berjualan Bakpao. Penjaga masjid pun ikut turut membantu dengan memberi ketukan dengan bedug, hingga akhirnya tempat bakpao keluarga Han laris dan Han bisa membayar uang sekolah.

Entah saya sangat merasa bahwa film ini patut di tonton, ditambah dengan keadaan Indonesia saat ini. Nice film :)


Rating: 4/5

Review Buku Normal is Boring: Dare to be Beyond 'Normal'?


Indonesia kaya akan Sumber daya alam dan Sumber daya Manusianya. Banyak dari mereka melahirkan karya yang sangat luar biasa, seperti pembuatan film, pembuatan Produk baru, sampai ada yang pengarang sebuah buku. Saat ini sudah banyak karya-karya mereka ini yang bisa kita acungi Jempol, bahkan sampai karya nya yang sudah mendunia. Salah satu karya dari anak bangsa ini adalah sebuah Buku, yang akan kita Review di Artikel kita kali ini, yaitu Buku Normal is Boring.

Buku normal is boring ini adalah karya dari seorang wanita cantik sekaligus dosen yang bernama Ira Latief. Karyanya beliau ini berbicara tentang bagaimana kita harus memiliki sifat Kreatif. Jadi buku ini mengajarkan kita tentang cara-cara di Luar kebiasaan yang sering kita lakukan, sehingga dapat memicu diri kita untuk membuat hal-hal atau terobosan yang terbaru dalam hidup anda.

Buku yang memiliki 138 halaman ini memang cukup unik, anda akan termotivasi untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari biasanya, didalamnya penulis juga ingin berbagi pengalaman dari orang-orang Kreatif yang pernah si penulis tahu atau jumpai, sehingga kita dapat menarik kesimpulan untuk menjadi orang kreatif tersebut. Sesuai dengan kalimat yang berada di belakang buku tersebut “Kreativitas bisa diciptakan dari hal sederhana dan “tidak nomal” bukanlah suatu kesalahan,” menjadi kreatif itu sebenarnya tidaklah susah, karena Kreativitas bisa diasah.

Beberapa orang kreatif yang ada di buku ini di antaranya adalah
  • ·         Alain Robert, Seorang Pendaki gedung pencakar langit di seluruh dunia, The Real Spiderman
  • ·         Tricia, seseorang yang hobinya Travelling keliling dunia dan mengunjungi tempat-tempat yang baru terjadi kejadian bencana alam
  • ·         David Tan, Eksekutif dari Malaysia yang melamar pacarnya dengan membuat iklan di Billboard
  • ·         Yoris Sebastian, seorang penggagas strategi “I Don’t like Mondays” menjadi “I Like Mondays”.
  • ·         Lady Gaga, dia tidak peduli cantik atau jelek, yang penting unik dan nyentrik
  • ·         Arief Rahman yang membuat CV di sebuah radio dengan cara yang berbeda dari yang biasanya dan unik juga, dia menuliskan CV tersebut dengan format seperti sebuah Cerpen sepanjang satu halaman. Yang isinya menceritakan keunikan di dalam dirinya
  • ·         Dan lainnya
Dari beberapa contoh orang kreatif tersebut bisa kita Tarik kesimpulan, bahwa menjadi kreatif itu, melakukan hal yang berbeda dan menjadi yang berbeda, berpikir luas, berpikir terbalik, mengubah persepsi menjadi positif, menjadi unik dan lainnya.

So, Are you brave enough to be Abnormal?


Rating 3/5

Kedai Kopi Tak Kie. Tak Lekang Oleh Waktu


Jakarta merupakan Ibukota Negara kita Indonesia. Jakarta ini didalamnya terdapat beragam suku. Karena banyak orang yang mengadu nasib dan Hijrah di Ibukota Indonesia ini. Selain orang-orang yang berhijrah, berbagai produk pun juga ikut Hijrah ke Kota yang padat Penduduknya ini. Dari Produk makanan, furniture, sampai Produk elektronik. Kalau bertanya-tanya tentang Produk atau Barang Elektronik pastilah terlintas di dalam pikiran kita adalah Glodok yang terletak di Jakarta Barat. Namun, selain dikenal pusat Elektronik Glodok juga memiliki keunikan masyarakatnya. Oleh Karena itu di artikel kali ini kita akan membahas tentang Human Interest yang ada di Glodok.

Daerah Glodok ini sudah ada sejak lama sekali sejak zaman Belanda. Dan mayoritas Warga sekitarnya ini adalah seorang Tionghoa. Hingga saat ini Warga Tionghoa di Kawasan Glodok ini menjadikan daerah ini menjadi daerah Perdagangan, sehingga banyak transaksi jual beli di daerah ini, seperti jual beli Barang elektronik, Makanan dan lainnya. Dan sebagian warga tionghoa lainnya ada yang pindah ke kawasan Elite dan telah memiliki rumah mewah, di daerah Pluit, ancol, Sunter, Pantai Indah Kapuk dan Pondok Indah.

Dari zaman Belanda memang kawasan Glodok ini adalah daerah Ekonomi yang tidak pernah berhenti oleh aliran Perdagangan, jadi kawasan ini bukan hanya kawasan yang identic dengan Pecinan saja. Glodok juga memiliki berbagai sejarah dan perjuangannya, seperti Perjuangan kaum Migran, Keterpurukan, Kejayaan dan juga perlawanan terhadap nasib dan Penindasan.
Dahulu Daerah ini dilarang melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan adat mereka, namun setelah masa-masa perjuangan mereka, akhirnya sampai saat ini setiap menjelang imlek kita bisa mendapati daerah Glodok ini terdapat perayaan Tahun barunya. Selain itu daerah ini juga kental akan adat dan tradisi Tionghoa-nya.


Di daerah Petak Sembilan daerah jalan Kemenangan III, banyak di daerah ini barang-barang untuk pernak Pernik lampion merah seperti yang kita temui pada saat imlek. Selain itu kawasan ini juga banyak sekali Produk makanannya. Ada makanan jenis basah maupun kering. Daerah tempat makan banyak di daerah Gang Gloria, berbagai jenis kuliner pun di Jual di kawasan ini, memang kebanyakan di daerah sana adalah Chinese food.

Banyak orang yang mengenal Glodok ini Pusat Elektronik, ternyata di sekitar Glodok juga memiliki berbagai macam jenis kuliner. Beberapa tempatnya ada di Pasar Petak Sembilan, disana terdapat makanan kering maupun basah. Kuliner-kuliner yang basah ini terdiri dari sayur-sayuran, daging dan buah-buahan. Di bagian kuliner Kering, terdapat beberapa jenis kue, permen, dan camilan. Salah Satunya kedai Kopi Tak Kie yang telah melegenda ini.




Kedai kopi ini hanya terletak beberapa meter saja dari bibir gang gloria. Tempatnya tak terlalu besar. Tak ada papan nama yang megah. Bagian depannya malah tertutupi oleh gerobak penjual Sekba dan Bektim (makanan dari jerohan babi). Sangat sederhana untuk sebuah kedai kopi yang sudah berdiri sejak tahun 1927. Suasana di dalam kedai ini cukup bisa dibilang tidak mewah, namun cukup membuat saya terbayang akan suasana pada zaman Belanda, mengingat tak banyak yang berubah dari interiornya. Menu yang dijual di sini hanya ada 2, Kopi Hitam dan Kopi susu, pakai es atau tidak. Harganya bisa dibilang sangat terjangkau, Kopi Hitam seharga 10 ribu rupiah, sedangkan kopi susu cukup tambah uang sebesar seribu rupiah. 

China Town-nya Jakarta!


Mungkin beberapa dari anda yang senang plesiran ke Luar Negeri, bukan hal yang asing lagi mendengar istilah China Town. Bila diperhatikan, hampir di setiap negara memiliki Kota China ini. Seperti di Indonesia, tepatnya Jakarta, juga memiliki China Town-nya sendiri atau yang terkenal dengan nama "Glodok"

Berjalan-jalan di Jakarta banyak keunikannya, ditambah lagi Jakarta merupakan ibukota dari Indonesia. Sehingga banyak yang mulai berhijrah ke Jakarta, dari orang-orang sampai berbagai produk pun juga berhijrah ke ibukota Indonesia ini. Alhasil banyak terjadi transaksi jual beli di Jakarta ini. Selain itu Jakarta juga memiliki berbagai kawasan Pusat Bisnis, Grosir bisnis, sampai tempat-tempat bersejarah. Salah satunya Pusat elektronik yang terkenal di Jakarta adalah di daerah Glodok. Oleh Karena itu di artikel kali ini kita akan sedikit review Travel Glodok.

Sedikit cerita tentang glodok, Glodok ini ternyata sudah ada sejak Pemerintahan Hindia Belanda, dan dikenal sebagai pecinan terbesar di Batavia. Sehingga bisa kita lihat mayoritas Warga Glodok adalah Keturunan Tionghoa. Kata Glodok sendiri berasal dari Bahasa sunda yaitu Golodog, yang memiliki arti Pintu masuk rumah, Karena sunda kalapa (Sebelum nama Jakarta) merupakan pintu masuk ke kerajaan sunda. Oiya Ada yang bilang juga daerah Glodok ini dikelilingi oleh banyak kincir air yang berbunyi Glojok-glojok, hingga diplesetin menjadi Glodok lah nama daerah ini.

Berjalan-jalan di Kawasan Glodok banyak memiliki nama-nama jalan yang unik, contohnya, jalan kebahagiaan, kesehatan, Kemenangan dan lainnya. Warga sekitar percaya pemberian nama ini merupakan sebuah doa, dan akan mengantarkan mereka ke kehidupan yang lebih baik lagi.

Banyak orang yang mengenal Glodok ini Pusat Elektronik, ternyata di sekitar Glodok juga memiliki berbagai macam jenis kuliner. Beberapa tempatnya ada di Pasar Petak Sembilan, disana terdapat makanan kering maupun basah. Kuliner-kuliner yang basah ini terdiri dari sayur-sayuran, daging dan buah-buahan. Di bagian kuliner Kering, terdapat beberapa jenis kue, permen, dan camilan.

Pasar Petak Sembilan ini berada di Jalan Kemenangan III, Kelenteng Dharma Bhakti. Menelusuri tempat selanjutnya terdapat gang Gloria. Tepatnya di seberang jalan Pancoran, gang ini bernama jalan Pintu Besar Selatan III Nomor 4-6 Pancoran, Glodok. Di pintu masuknya, banyak beragam Pedagang Permen dan Manisan Khas Tionghoa. Di gang ini, terdapat berbagai macam Makanan Khas Tionghoa, seperti Sup Pi Oh, Kopi Tak Kie, Soto Betawi, Pedagang buah-buahan, Toko Kawi dan juga ada foodcourt yang bernama Gloria Foodcourt. Di Gloria Foodcourt ini anda akan mencicipi mie Kangkung si Jangkung yang sangat terkenal. 

Bagi anda pecinta kuliner, mungkin tempat ini menjadi salah satu surganya.



Menunduk bukan Berarti Tunduk.

Sebel gak sih kalo lagi ketemu teman lama tapi dia yang diajak ngobrol malah sibuk main HP?
Atau kalian pernah ngalamin lagi PDKT sama gebetan tapi dia bales chatnya lama dan giliran jalan bareng, ternyata dia selalu buka handphone nya?

Namun kita tidak bisa memungkiri, bahwa perkembangan teknologi dan informasi agaknya memberikan dampak yang sangat dahsyat terhadap kehidupan manusia dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Khususnya para remaja. Mungkin, tanpa sadar kita seakan patuh dan terikat dengan layar sebesar genggaman tangan itu. Apa yang sebenarnya sedang kita lakukan? Menyelami dunia maya yang terlihat lebih berwarna ketimbang dunia nyata? Apa yang kita temukan di sana? Bagaimana kita bisa terpaku dengan layar handphone berjam-jam tapi tidak bisa berkonsentrasi di dalam kelas ketika melihat papan tulis?

Well, “Generasi Menunduk” itulah istilah unik dan tepat untuk masyarakat modern penggila gadget dan internet. Alasannya, coba kita perhatikan, hampir setiap orang menunduk Karena terfokus pada gadget yang mereka genggam, tidak mengenal tempat dan waktu. Apakah hal ini merupakan sebuah kesalahan? Sebenarnya tidak. Tetapi, hal itu akan menjadi sebuah kesalahan ketika dilakukan secara berlebihan hingga berdampak buruk. Menurut Ibu Ety, seorang Guru BK di salah satu SMA swasta, dirinya kerap kali berurusan dengan murid yang ketahuan membuka hp ketika sedang jam pelajaran. “Banyak sekali siswa dan siswi yang berurusan dengan BK karena ketahuan menggunakan HP saat jam pelajaran” ungkapnya. “Yang jadi masalah disini, siswa seringkali salah mengerti kenapa kami (sebagai guru) sangat melarang mereka menggunakan HP di kelas. Alasan yang paling utama adalah, kami ingin mereka belajar menghargai orang lain terutama guru yang sedang memberikan materi. Saya paham betul HP sangat penting bagi mereka, namun alangkah baiknya jika mereka juga sadar pendidikan jauh lebih penting dari itu” Lanjutnya.

Menurut Ibu Ety, tidak masalah bagi siswa dan siswi untuk membawa HP ke sekolah, Karena sekolah tidak mengeluarkan larangan bagi mereka yang membawa ponsel. Ponsel diakuinya bukan hanya sekedar alat komunikasi, melainkan juga sebagai alat bantu untuk belajar. “Memang betul, sekolah tidak pernah melarang muridnya membawa HP. Mengenai generasi menunduk, sepertinya bukan hanya anak remaja saja yang terkena dampak dari teknologi ini ya. Orang dewasa pun banyak kok di mall atau tempat kerja mereka yang tidak bisa lepas dari Handphone. Termasuk saya. Teknologi mempermudah kita. Nah, balik lagi ke porsi penggunaanya. Yang penting tau waktu, aturan, dan konsekuensinya. Selama digunakan untuk kebaikan, kenapa nggak?”'

Ibu yang mendapat julukan Guru BK Gaul oleh anak murid ini mengaku, salah satu dampak negatif yang ia rasakan dari “Generasi Menunduk” ini adalah adanya disfungsi sosial. Orang-orang cenderung lebih individualis. Hal ini terjadi Karena mereka lebih sering berkomunikasi dan bersosialisasi di dunia maya. Bila dihubungkan dengan problem generasi menunduk yang bebas melangkah di dunia maya, maka agama memiliki peran sebagai filter. Di sinilah perlu adanya kesadaran dari dalam untuk membentengi kita dari hal-hal negative yang internet berikan. Selain itu, upaya yang dilakukan sebagai bentuk konkrit untuk menanamkan nilai dan norma agama harus terlaksana.

“Peran kontrol orang tua sangat berperan besar dalam kehidupan anaknya. Permasalahan yang kita hadapi sekarang adalah, masih banyak orang tua yang tidak mau melek teknologi. Beberapa beralasan, Karena sudah bukan zamannya lagi. Yang lebih parah beralasan Karena ribet. Padahal, dengan kita melek teknologi, kita bisa tau apa saja yang anak kita gunakan dan yang mereka akses. Saya sendiri punya beberapa social media yang yang lagi happening di kalangan anak muda sekarang, ada Snapchat, Instagram, dan terakhir saya sempat mendownlad Bigo Live, Hehehe” Akunya ringan diiringi tawa kecil di telpon. “Banyak anak murid saya yang mem-follow saya dan saya juga mem-follow mereka. Saya sendiri bisa melihat kegiatan mereka dari postingan-postingan mereka di social media. Misalnya, Wah, anak ini habis dari Bali. Duh kok ya bajunya terbuka banget, ya seperti itu lah”

Bagi Kezia sendiri, seorang mahasiswa di STIKOM London School of Public Relations – Jakarta smartphonenya adalah salah satu barang berharga yang tidak boleh tertinggal di rumah. “Smartphone itu penting banget buat gue. It helps me with everything. Sebagai orang yang kuliah sambil bekerja, kadang konsentrasi gue suka terganggu diantara keduanya, misal nih ya, gue lupa besok ada tugas kuliah Karena saking sibuknya kerja. Eh, pas gue ngecek hp ternyata temen gue ada yang ingetin di Group Line kelas tentang tugas itu. Dan menurut gue itu cukup membantu”

Dara berusia 19 tahun ini beranggapan bahwa kita tidak pernah bisa lepas dari perkembangan teknologi. “I admit that, I spend a lot of time by scrolling through my social media timeline. Mostly, Instagram. Kebetulan gue suka banget sama fotografi, jadi apa yang disajikan di IG dan orang-orang yang gue follow, seakan bisa kasih kesenangan sendiri buat gue. Dari sana gue juga dapet beberapa temen yang hobinya sama kayak gue. See, gak semua yang ada di Internet itu hal yang buruk kan?” Jelasnya,


Semua kembali lagi dari cara kita memandang teknologi. Yang perlu di ingat adalah, social media is not our social life, kita punya kewajiban yang harus dijalani dalam kehidupan real kita. Jangan sampai teknologi malah menghambat hal tersebut. 


Maybe your phone is smart, but you gotta be smarter that that. 

Perlukah Film G30S PKI ditayangkan kembali?



Tidak ada film yang lebih legendaris dari film Pengkhianatan G30S/PKI karya sutradara (alm) Arifin C. Noer dan diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN). Dibilang legendaris karena sejak 1984 hingga 1998 film ini rajin menyambangi warga negara Indonesia setiap tanggal 30 September. Mungkin tidak ada film yang diputar sesering film ini. Itu belum termasuk pemutaran di bioskop yang dipadati penonton secara sukarela atau secara terpaksa.

Dengan biaya sekitar Rp. 800 juta di tahun 1984, film ini jadi film pertama yang mencapai penonton sebanyak 699.282 orang di tahun 1984 (sumber: Tempo.co). Rekor ini bertahan sampai tahun 1995.
Teringat ketika saya duduk dibangku kelas 2 SD, kebetulan saya bersekolah di sekolah negeri, dibertahukan sekitar 1 minggu sebelumnya kepada para orangtua murid agar anaknya diberi uang sebesar Rp. 1.500,- untuk menonton film pada tanggal 30 September. Waktu itu, saya tidak mengerti apa yang akan kami tonton nanti di sekolah, namanya juga anak kecil, selalu bersemangat ketika hal baru terjadi di sekolahnya.

Bel sekolah berbunyi, tandanya untuk pulang, kami semua bergegas merapikan meja kami masing-masing. Bukan untuk pulang, melainkan untuk berkumpul di salah satu ruangan sekolah dan menonton film tersebut. Bagi saya, itu adalah pengalaman pertama saya menonton sebuah film di sekolah. 

Ruangan kelas yang di sulap menjadi bioskop dadakan itu, nampak penuh sesak dipenuhi seluruh murid dari kelas 1-3 di sekolah. Sedikit kekecewaan terasa dalam diri saya kala itu karena terlalu banyak orang dalam satu ruangan. Mencoba memperhatikan film yang diputar, namun sulit sekali karena terlalu berisik oleh ocehan anak SD. Saya tidak mengerti apapun tentang film tersebut. 10 Menit berlalu, saya ingat betul bagaimana akhirnya saya bosan dan sesak karena berebut udara dengan anak yang lainnya hingga akhirnya saya meminta ijin kepada guru saya untuk pulang. 

Sampai ketika saya duduk di bangku kelas 5 SD dan sekolah mengadakan study tour ke Lubang Buaya, disitu ibu saya mengingatkan saya tentang film yang ditayangkan oleh sekolah. Namun sayang, saya sama sekali tidak mengingat sedikitpun adegan dari film tersebut. Tapi, kenapa sekolah tidak pernah menayangkan film itu lagi?

Saya tau betul bahwa tanggal 30 September - 1 Oktober adalah tanggal yang sangat berarti bagi bangsa kita. Namun, harus saya akui. Hanya sedikit yang saya pahami dari kejadian itu. Kejadian antara PKI dan pembunuhan 7 jendral yang dikubur di dalam sumur. That's it.

Seakaan, seluruh pelajaran sejarah buyar dalam pikiran saya.


Perlukah Film G30S PKI ditayangkan kembali? 
Kenapa tidak ada tv yang menayangkan film ini lagi?


atau, jika film ini terlalu ketinggalan jaman, kenapa tidak dibuat ulang?

Lalu bagaimana anak cucu kita memahami perjuangan para pahlawan kita dahulu?

Usut punya usut, ternyata ini alasan kenapa film ini dihentikan tayang.

  1. Film Penghianatan G30S PKI sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman sekarang. Banyaknya kritik yang masuk –baik dari politisi, sejarawan maupun budayawan— terkait dengan kepentingan politik Rezim Soeharto di balik Film tersebut.
  2. Materi dan isi Film Penghianatan G30S PKI sarat dengan nuansa kekerasan. Pengulangan demi pengulangan kekerasan melalui film ini menyebabkan memori masyartakat tidak tersentuh oleh misteri dibalik tragedi G30SPKI, bahkan sampai sekarang
  3. Film Penghianatan G30S PKI tidak cukup untuk membangkitkan nasionalisme dan sikap-sikap kejuangan rakyat, karena justeru dijadikan media dan propaganda untuk melestarikan kekuasaan (saat itu) dengan brand image Soeharto
  4. Film Penghianatan G30S PKI, baik langsung maupun tidak langsung, justeru bisa dianggap membuka peluang tumbuh berkembangnya ideologi komunis dan bibit bibit komunisme di Indonesia.
  5. Film Penghianatan G30S PKI berhenti ditayangkan seiring dengan pamor TVRI yang memudar dan menurun dengan beralihnya pemirsa TV ke chanel-chanel televisi lain yang secara audio visual lebih enak ditonton, meski hanya sekedar menonton sinetron.